IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak mesir kuno.
Jenis-Jenis Irigasi
·         Irigasi Permukaan
Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.

·         Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
·         Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.
·         Irigasi Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
·         Irigasi Pompa Air
Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.
B.     Fungsi Irigasi
  • memasok kebutuhan air tanaman
  • menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
  • mengatur suhu tanah dan iklim mikro
  • mengurangi kerusakan akibat frost
  • melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
  • membersihkan tanah dari kotoran, kadar unsur-unsur racun, dan garam serta asam yang berlebihan.
  • Menekan pertumbuhan gulma, hama dan penyakit tanaman
C.    Tujuan Irigasi
Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air.
·         Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras
·         Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
·         Meningkatkan intensitas tanam buah,sayuran dan palawija
·         Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan

D.    Manfaat Irigasi

·         Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
·         Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
·         Untuk menyuburkan tanah,dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur dan zat-zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
·         Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi
·         Untuk penggelontoran air , yaitu dengan mengunakan air irigasi,maka kotoran / pencemaran / limbah / sampah yang terkandung di permukaan tanah dapat digelontor ketempat yang telah disediakan (saluran drainase) untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.
·         Pada daerah dingin,dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah,sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim tersebut














BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.  Sejarah Irigasi di Indonesia
 Sejarah irigasi dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:
1.        Sejarah Irigasi
Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan irigasi sangat sederhana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian bagaimana perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang. Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah “ Suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tata guna air di tingkat usaha tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi).
Di Indonesia irigasi tradisional telah berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.



2.    Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara
Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia irigasi tradisional telah juga berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.

3.    Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda
Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya.
Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu, untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. Waduk Jatiluhur 1955 di Jawa Barat.
Tennessee Valley Authority (TVA) [1] yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia [2]. Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat.
Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan malaria, reboisasi, dan kontrol erosi. Sehinga di kemudian hari Proyek TVA menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu Proyek Waduk Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/thn.
Sedangkan menurut Sudar D. Atmano (2007), dalam pasal 4, ayat (2), pada PP No. 20/2006 bahwa pembangunan dan pengelolaan keirigasian diselenggarakan dengan sistem irigasi partisipatif. Begitu pula seharusnya dalam mengembangkan kebijakan dalam ”pembagian peran” dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi, juga perlu konsisten dan mempunyai landasan komitmen untuk mengembangkan pembagian peran yang partisipatif pula. Aspek kesejarahan irigasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 adalah sebagai berikut:

1.      Era Pra-Kolonial
Dalam pembangunan keirigasian di Indonesia, era pra-kolonial ditandai dengan wujud kegiatan keirigasian ditandai kuatnya kearifan lokal yang sangat tinggi. Teknologi dan kelembagaan lokal sangat menentukan keberadaan sistem irigasi saat itu. Sistem irigasi yang ada umumnya mempunyai skala luasan areal yang kecil dan terbatas. Sehingga pada era pra-kolonial ini sangat menaruh perhatian pada kapital sosial dari masyarakat sendiri.

2.    Era Kolonial
Pada era kolonoial ini, pembangunan keirigasian sudah mulai diintervensi oleh kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan pengelolaan irigasi yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat, sebagian telah diasimilasikan dengan pengelolaan melalui birokrasi pemerintah. Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga sudah dikombinasikan antara kemampuan masyarakat lokal dengan teknologi dan kelembagaan yang dibawa oleh pemerintah kolonial. Akibatnya manajemen pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di masyarakat dengan kemampuan birokrasi pemerintah kolonial.

3.    Era Revolosi/Pasca Kolononial
Pada era ini kegiatan keirigasian tidak  banyak dilakukan, karena pemerintahan waktu itu masih memprioritaskan pembangunan politik yang diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang duniake-2, serta suasana konfrontasi dengan negara tetangga waktu itu (Dawam Rahardo, 1989). Sehingga kondisi peran kapital sosial dalam pemabngunan dan pengelolaan irigasi secara eksisting tidak banyak berbeda dengan era kolonial.

4.    Era Orde Baru.
Era Orde Baru oleh sebagian pengamat disebut sebagai kebangkitan rezim pemerintah. Pada era ini ditandai dengana kebangkitan peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional. Sehingga aspek pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi, banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada era ini, pemerintah berhasil menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah Kolonial, menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat kuatnya orientasi pemerintah untuk meraih swa-swmbada pangan/beras, maka kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan banyak terjadi marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa konsekuensi ketidak jelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.

5.    Era Pasca Orde Baru/Reformasi.
Era ini lahir sebagai respons masyarakat terhadap sistem pembangunan dan  pendekatan pembangunan yang totaliter dan sentralistis. Sehingga masyarakat menuntut adanya reformasi pelaksanaan dan pendekatan pembangunan, termasuk melakukan regulasi ulang dalam berbagai sektor pembangunan. Dalam era ini lahir UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air, dan PP No. 20/2006 tentang Irigasi. Seharusnya pada era ini tidak mengulang pendekatan pembangunan sebagaimana yang terjadi pada era Orde Baru, dimana pemerintah sangat mendominasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada era ini perlu dibangun suatu system dan mekanisme pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang memberi peran yang lebih nyata kepada masyarakat. Era ini perlu dijadikan era kebangkitan kapital sosial masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia pada saat sekarang dan kedepan.
Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya bekerja dalam sektor pertanian, maka pembangunan irigasi sangatlah penting bagi bangsa ini. Ada banyak sekali permasalahan yang timbul dalam usaha pembangunan fasilitas pertanian ini baik faktor alam maupun manusianya. Berikut adalah beberapa ulasan tentang permasalahan irigasi yang ada di-Indonesia.
1.    Fluktuasi ketersedian jumlah air.
Indonesia adalah negara beriklim tropis dengan dua musim. Secara umum kebutuhan air akan meningkat drastis pada musim kemarau padahal jumlah air yang tersedia pada musim kemarau bisa dibilang sedikit. Kemudian pada musim penghujan terjadi hal yang sebaliknya, jumlah air sangat melimpah hingga harus dibuang melalui saluran drainasi menuju laut. Tantanganya adalah bagaimana cara menyimpan jumlah air yang berlebihan saat musim penghujan untuk di distribusikan pada musim kemarau. Maka dibutuhkan bangunan penampung air seperti waduk, situ dan saluran air sangat berperan dalam kasus ini.

2.    Daerah rawan banjir.
Berkaitan dengan dengan masalah pertama tentang fluktuasi air permukaan pada musim penghujan jumlah air sangat melimpah apabila salah dalam penanganan akan mengakibatkan bencana banjir. Sistem irigasi yang baik seharusnya bisa menyimpan air yang melimpah tanpa menyebabkan banjir.

3.    Permasalahan topografi.
Kita tahu bahwa sifat air adalah mengalir dari dataran tinggi ke rendah. Disini terdapat masalah, kadang-kadang ketersediaan sumber air permukaan tidak sesuai dengan kebutuhan. Ada sumber air yang terletak sangat jauh dari sawah petani sehingga jika dibuat jaringan irigasi akan sangat mahal sekali. Ada pula yang dekat dengan areal persawahan tapi posisinya lebih rendah, ini adalah suatu kondisi yang tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan bangunan yang mampu mempertinggi muka air semacam bendung atau pompa air. Maka investasi yang besar dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.

4.    Keadaan tanah.
Mengapa keadaan tanah dimasukan dalam permasalah irigasi? Jenis tanah akan menjadi faktor penting dalam usaha mencapai eberhasilan pembangunan irigasi. Tanah yang baik adalah tanah yang subur untuk tanaman dan tidak porous. Tanah harus bisa menyimpan air dalam waktu yang cukup lama agar tidak meresap hilang kedalam bumi. Maka jenis tanah tertentu ada yang tidak cocok untuk dijadikan daerah pertanian. Sebagai contoh tanah di daerah karst atau pegunungan kapur, tidak cocok sebagai irigasi pertanian karena terlalu porous sehingga air mudah hilang.

5.    Sumber daya manusia.
Faktor yang paling utama untuk mencapai keberhasilan pembangunan irigasi adalah SDM yang ada itu sendiri. SDM yang saya maksud dalam hal ini adalah para petani. Perilaku petani dalam memandang air yang masih bersifat sosial (bebas), Perilaku petani dalam mengelola sarana dan prasarana irigasi masih minim (rasa memiliki sangatlah kurang), SDM petani kita masih rendah, sebagian besar petani kita kurang kerjasama dalam pengelolaan irigasi.
Foto disamping adalah salah satu contoh kekurang pedulian warga dalam menjaga kebnersihan saluran irigasi. Ini adalah salah satu contoh masalah sosial yang kadang tidak diperdulikan. Degan adanya sampang yang sebanyak itu maka jaringan irigasi tidak akan bekerja dengan lancar dan bisa mendatangkan bencana banjir.
Terlepas dari perilakunya, hal yang lebih mendasar lagi untuk membuka sawah ialah seberapa banyak jumlah petani yang ada dalam suatu wilayah tersebut dan apakah mereka bersedia? Hal itu harus dipastikan terlebih dulu sebelum membangun jaringan irigasi didaerah persawahan yang baru.

6.    Pembebasan lahan.
Faktor sulit atau tidaknya pembebasan lahan sangat berpengaruh terhadap cepat atau tidaknya pembangunan irigasi itu dilaksanakan. Hal ini tidak bisa terlepas dari kerelaan pemilik lahan untuk diajak berkompromi. Setahu saya pembebasan lahan di-Indonesia merupakan suatu yang cukup sulit. Hal ini harus diatasi dengan memberikan kompensasi yang memadai bagi para pemilik lahan.

7.    Peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi saat ini sudah cukup memberikan maslah dalam bidang pertanian, terutama didaerah jawa. Masalah tersebut adalah berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi perumahan penduduk. Semakin menyempitnya lahan akan menjadikan produksi hasil pertanian juga menurun.

8.    Pembangunan kadang tidak memberikan fasilitas penunjang hidup yang memadai.
Pembangunan irigasi untuk persawahan tidak bisa berdiri sendiri. Pembangunan ini harus berkesinambungan dengan sarana dan prasarana penunjang kehidupan petani yang lain diantaranya : pembangunan jaringan transportasi yang baik, fasilitas lingkungan, tidak terpencil dan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.

B. Pengertian Irigasi
Irigasi adalah suatu sistem untuk mengairi suatu lahan dengan membendung sumber air atau dapat diartikan sebagai suatu usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang sistem pertanian. Sistem irigasi tersebut sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu.Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pengairan lahan pertanian ataupun perkebunan terlebih jika wilayah tersebut mempunyai iklim dengan curah hujan yang tinggi.
Kegiatan-kegiatan irigasi menyangkut penampungan air, penyaluran air kelahan, dan pembuangan kelebihan air serta usaha menjaga kontinuitas air. Pada prinsipnya air irigasi yang ditambahkan adalah untuk menutupi kekurangan air tanah yang telah ada pada saat yang diperlukan dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu untuk merancang irigasi selain diperlukan data hidrologi, meteorologi, juga di perlukan pengelolaan air yang mantap.
Selain untuk mengairi sawah atau lahan pertanian, irigasi juga memiliki tujuan lain yaitu :
1.      Memupuk atau merabuk tanah
2.      Membilas air kotor, biasanya terdapat di perkotaan dimana saluran-saluran di daerah perkotaan banyak terdapat kotoran yang akan mengendap jika dibiarkan sehingga perlu dilakukan pembilasan.
3.      Kultamase dilakukan bila air yang mengalir banyak mengandung mineral atau material kasar.
4.      Memberantas hama
5.      Mengatur suhu tanah, misalnya ketika suatu daerah suhu tanahnya terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan cara mengalirkan air untuk merendahkan suhu tanah.
6.      Membersihkan tanah
7.      Mempertinggi permukaan air tanah

Adapun sistem irigasi pertanian kemudian dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.      Irigasi permukaan, yaitu sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui pembendungan kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian.
2.      Irigasi local, yaitu sistem irigasi dimana air di distribusikan dengan cara pipanisasi ke lahan pertanian yang disebar hanya terbatas ataupun hanya di daerah local itu saja.
3.      Irigasi dengan penyemprotan, yaitu sistem irigasi dengan menyemprotkan air seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas dan bagian yang terlebih dahulu basah adalah daun kemudian menyerap ke akar.
4.      Irigasi tradisional, yaitu sistem irigasi yang memerlukan banyak tenaga kerja perorangan. Hal ini dikarenakan sistem irigasi tradisional ini menggunakan wadah dalam mengalirkan air ke lahan pertaniannya seperti ember.
5.      Irgasi pompa air, yaitu sistem irigasi dengan menaikkan air dari sumur melalui pompa air yang kemudian dialirkan dengan berbagai cara misalnya dengan pipa atau saluran ke lahan pertanian (sawah).
Kemudian sistem irigasi juga mempunyai beberapa fungsi yaitu memasok kebutuhan air tanaman, menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan, menurunkan suhu tanah, mengurangi kerusakan akibat frost, dan melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah.Sistem irigasi ini sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di daerah pedesaan. Dengan pemanfaatan sistem irigasi, lahan sawah dapat digarap setiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat.
C.    Sistem-sistem Irigasi Di Indonesia
Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 adalah sebagai berikut :
1.      Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)
Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya di seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras (Soemarto, 1999).
Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur daalam lahan (Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlkebih dahulu survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutanserta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi bagian-bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya (Suyono dan Takeda, 1993).
Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap terser ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha (Anonim, 2007).
Terdapat beberapa keuntungsn menggunakan irigasi furrow.  Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border) (Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya (Sosrodarsono dan Takeda, 1987).
Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal. ini air diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol. Gambar dibawah ini memberi ilustrasi mengenai sistem irigasi dengan peluapandan penggenangan bebas.
Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petakpetak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap bermacam-macam, diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun pompa. Ilustrasi sistem irigasi permukaan dengan peluapan dan penggenangan terkendali dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

2.      Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.


3.      Sistem irigasi dengan pancaran(sprinkle irrigation)
Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle.  Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle (Keller dan Bliesner, 1990).
Menurut Hansen et. Al (1992) menyebutkan ada tiga jenis penyiraman yang umum digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle) dan penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a.       Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan satu-satunya fasilitas pemberian air irigasi
b.      Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha pertanian dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak persemaian,
c.       Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm system menjadi fiekd system atau sebaliknya.

Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau irigasi gravitasi antara lain :
a.       Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur dan profil tanah yang relative dangkal.
b.      Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air
c.       Sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.
Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah menurut Bustomi  (1999), adalah:
a.       Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
b.      Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi

Menurut Keller (1990) efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity (CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.
Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan ; (1) system berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral, (2) system pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2 , hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu (Prastowo dan Liyantono, 2002).
Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser) dan (e) kepala sprinkle (head sprinkle). Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah (Melvyn, 1983). 

4.      Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation)
 Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).
Ciri- ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu, interval (selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih baik.
Menurut Michael(1978) Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :
a.       Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)
b.      Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam.
c.       Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan pipa utama.
Dewasa ini keberhasilan tumbuh tanaman cendana di lahan kritis savana kering NTT dirasakan masih rendah (kurang dari 20%). Hal ini disebabkan pada awal penanaman di lapangan cendana belum beradaptasi dengan baik karena masalah kondisi tanahnya marginal dan kekurangan air. Masalah kekurangan air akibat curah hujan yang rendah,waktunya pendek dan turunnya tidak teratur adalah salah satu masalah krusial yang dihadapi setiap tahun. Untuk menangani masalah ini maka teknik pengairan secara konvensional dengan irigasi tetes perlu diterapkan agar tanaman cepat beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhannya meningkat. Pemanfaatan irigasi tetes dengan menggunakan wadah yang murah dan mudah didapat di lokasi penanaman seperti bambu, botol air mineral dan pot tanah serta pemanfaatan air embung,mata air,sungai dan pemanenan air hujan perlu mendapatkan pertimbangan.
Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah yang dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai alat penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga air cukup hanya membasahi tanah di sekitar perakaran.
Menurut Hansen (1986) kegunaan  dari Irigasi tetes adalah :
a.       Untuk menghemat penggunaan air tanaman.
b.      Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan infiltrasi.
c.       Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman sehingga juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh tanaman.
d.      Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.
e.       Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas sehingga dapat digunakan tanaman.

Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa mengobati dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi “minum” secukupnya. “Jika kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa hanyut. Andai kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk. Jadi, jangan menyiram tanaman sampai tampak seperti kebanjiran,” Konsep taman kota maupun taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini. Tanaman cukup ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini bukan hanya membantu tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air. “Sistem ini pun lebih bernilai ekonomis   ( http://www.cybertokoh.com/mod.php)
Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa yang tidak begitu besar. Gambar dibawah ini memberikan Ilustrasi mengenai sistem irigasi tetes.
Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang akan diharapkan.
Sedangkan cara pemberian air irigasi ini berdasarkan topografi, ketersediaan air, jenis pertimbangan lain. tergantung pada kondisi tanah, keadaan tanaman, iklim, kebiasaan petani dan Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam cara pemberian air lewat permukaan, dapat disebut antara lain :
a.       Wild flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu banjir cukup tinggi sehingga daerah akan eukup sempurna dalam pembasahannya, cara ini hanya  cocok apabila eadangan dan ketersediaan air cukup banyak.
b.      Free flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian, atau air dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.
c.       Check flooding : air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan ke dalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang kecil, keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada daerah yang sudah diairi.
d.      Border strip method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang keeil dengan galengan berukuran 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2, air dialirkan ke dalam tiap petak melalui pintu-pintu.
e.       Zig-zig method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk jajaran atau persegi panjang,  tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan dan air akan mengalir melingkar sebelum meneapai lubang pengeluaran. Cara ini menjadi dasar dari pengenalan perkembangan teknik dan peralatan irigasi.
f.       Bazin method : cara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan. Tiap bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke dalarnnya melalui selokan lapangan seperti pada chek flooding.
g.      Furrow method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan kentang serta buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada tanah gundukan yang paralel dan diairi melalui lembah di antara gundukan.

D. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman
            Kebutuhan air tanam (crop water requiriment) di definisikan sebagai banyaknya air yang hilang dari areal pertanaman setiap satuan luas dan satuan waktu, yang digunakan untuk pertumbuhan, perkembangan (traspirasi) dan dievaporasikan dari permukaan tanah dan tanaman, jadi prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi.
            Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur besar evapotranspirasi, seperti metode blaney criddle, metode Thomthwaite, metode energy balance dan lain- lain.
            Metode Blaney Criddle dihitung dengan menggunakan rumus empiris:
U= k   atau U= k
Dimana U= evapotranpirasi bulanan (inchis)
k= koefisien pemakaian air konsumtif empiris
f= faktor pemakaian air
t= temperatur rata-rat bulanan ( )
p= persentase jam siang hari bulanan dalam setahun

U= kp 
U= pemukaan air konsumptif bulanan (mm)
t= suhu (
kp= untuk setiap jeni tanaman didapat hasil kali p (monthly procentage day light hours in a years) yang diambil dari tabel List, 1951 : Bavel, 1956 dalam Blaney Criddle 1962 dengan k(kc x kt).
Kc= koefisien tanaman bulanan
Kt= 0,0311t + 0,240 (koefisien iklim yang berhubungan dengan suhu rata-rata bulanan).

E. Cara Pemberian Air Irigasi
            Menurut Arshad (1976), pemberian air irigasi di golongkn atas 3 cara:
1.Pemberian air pada permukaan tanah, yang dapat dilakukan berupa:
a. penggenangan (flooding) yang dapat dibentuk:
            *penggenangan bebas ( free methode)
            *penggenangan tepi (border methode)
            *penggenangan dengan memakai galengan (check methode)           
b. pemberian air dalam selokn-selokan (furrow irrigation)
c. pemberian air diantara baris tanaman (currigation irrigation)
2. Pemberian air dibawah permukaan /didalam profil tanah (subsurface irragtion). Air diberikan melalui semacam pipa-pipa saluran yang dibenamkan dibawah permukaan tanah.
3. Pemberian air dengan cara siraman yang dapat berupa:
a).methode skinner
b).rotari springkler





















BAB III PENUTUP
Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas, disimpulkan:
1.      Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian.
2.      Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia.
3.      Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian.
4.      Fungsi Irigasi yaitu : memasok kebutuhan air tanaman, menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan, menurunkan suhu tanah, mengurangi kerusakan akibat frost, melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah.
5.      Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air.
6.      Irigasi mempunyai manfaat yaitu: untuk membasahi tanah, untuk mengatur pembasahan tanah, untuk menyuburkan tanah, untuk kolmatase, untuk penggelontoran air pada daerah dingin.


Saran
Agar irigasi tercipta dengan baik, seharusnya ada perawatan untuk sistem irigasi, supaya irigasi berjalan dengan lancar dan dapat mengairi pertanian dengan baik, agar tidak terjadi kekurangan air pada pertanian yang sedang berlangsung.














DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan.2012.Dasar-Dasar Agronomi.Rajawali pers: Jakarta.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Penetapan Kadar Air Tanah Kapasitas Lapang (Metode Alhricks)

Penetapan Kadar Air Tanah Kering Udara

Penetapan Kebutuhan Kapur Berdasarkan Kebutuhan Alumunium Yand Dapat Dipertukarkan (Aldd)