PENGEMBANGAN LAHAN PERTANIAN PASANG SURUT

PENGEMBANGAN LAHAN PERTANIAN PASANG SURUT
OLEH :
EKO PRIYADI
1404300146





































AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2016

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
            Shalawat dan salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, semoga kita semua senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya.
            Makalah ini disusun sebagai bahan dalam acara PKPP Bina Desa Popmasepi di Universitas Mulawarman. Yang berisikan mengenai pengembangan dan pemanfaatan Lahan Rawa pasang surut.
            Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan penulis yang telah ikut serta berperan dalam penyusunan makalah ini.
            Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Terima kasih.


Medan, 29 Agustus 2016


Penulis

















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produkivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus meningkat karena selain penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan sekitar 2% per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk dari non beras ke beras. Disamping itu terjadinya penciutan lahan sawah irigasi akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian dan munculnya penomena degradasi kesuburan lahan menyebabkan produktivitas padi sawah irigasi cenderung melandai (Deptan, 2008). Berkaitan dengan perkiraan terjadinya penurunan produksi tersebut maka perlu diupayakan penanggulanggannya melalui peningkatan intensitas pertanaman dan produktivitas lahan sawah yang ada, pencetakan lahan irigasi baru dan pengembangan lahan potensial lainnya termasuk lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut.
Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan. Luas lahan ini di Indonesia diperkirakan mencapai 20,11 juta hektar, sekitar 9,53 juta hektar diantaranya berpotensi sebagai areal pertanian, sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar sehingga diperkirakan masih tersedia 5,344 juta hektar yang bisa dimanfaatkan menjadi areal pertanian, sedangkan dari 4.186 juta ha yang telah direklamasi juga belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sebagai lahan marginal, memanfaatkan lahan rawa pasang surut untuk usaha pertanian memang tidak semudah memanfaatkan lahan-lahan subur yang selama ini banyak dimnfaatkan untuk usaha pertanian seperi lahan irigasi dan lainnya. Salah satu dai ciri kemarginalan lahan ini adalah tingkat kemasaman tanah yang tinggi (pH < 4), kandungan besi (Fe2+) cukup tinggi dan lapisan pirit yang dangkal. Oleh karenanya dalam mengelola lahan ini menjadi lahan pertanian terlebih dahulu harus ketahui sifat dan karakteristiknya yang khas tersebut. Jika salah kelola akan berakibat fatal dan memerlukan biaya dan waktu yang lama untuk memperbaikinya.

B.     Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mempelajari tata kelola pengembangan pertanian pasang Surut.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Lahan Pasang Surut
 Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk. Lahan rawa di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam.
Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi
  Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan.
B.     Potensi
Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan salah satu pilihan strategis sebagai areal produksi pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional. Reklamasi atau pengembangan lahan rawa pasang surut untuk pertanian telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970-an. Pada awal reklamasi, sistem jaringan tata air yang dibangun masih merupakan sistem jaringan terbuka dengan fungsi utama untuk drainase. Pengaturan tata air sepenuhnya masih bergantung pada kondisi alam, sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat rendah. Pada sistem jaringan terbuka, tipe luapan air pasang menjadi pertimbangan utama dalam penerapan sistem usahatani. Dengan dibangunnya infrastruktur pengendali air (pintu air), maka beberapa pokok persoalan teknis mulai dapat dipecahkan, namun dalam pelaksanaannya masih terhambat oleh kondisi yang beragam di lapangan.
Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian dan indeks pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air tanah di petak lahan yang fluktuatif. Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh kondisi infiastruktur pengendali air yang belum memadai. Sebagian besar jaringan tata air di daerah reklamasi rawa pasang surut masih belum dilengkapi dengan infrastruktur pengendali air yang memadai. Tanpa pintu air, terutarna di saluran tersier, maka pengendalian muka air tanah di petak lahan akan sulit dilakukan. Selain itu, teknik yang diterapkan juga masih bergantung pada pengamatan muka air tanah secara langsung di lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur pengamatan. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Informasi yang diperoleh juga terbatas pada titik pengamatan dan jangka waktu pengamatan tertentu. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu model penduga muka air tanah, sehingga kondisi muka air tanah di petak lahan dapat diketahui secara cepat melalui parameterparameter model sebagai prediktor.
Pada pertanian lahan rawa pasang surut, tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kedalaman muka air tanah dapat diatur sesuai dengan zona perakaran tanaman, dan pirit yang ada di dalam tanah tidak teroksidasi. Penman muka air tanah hingga di bawah lapisan tanah yang mengandung pirit akan menyebabkan terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan senyawa sulfat. Asam sulfat bersifat racun, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Oksidasi pirit dapat dikendalikan dengan menekan kandungan oksigen yang tersedia di dalam tanah, yaitu dengan mengatur kedalaman muka air tanah.
Untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa pasang surut, pengelolaan air memegang peranan sangat penting. Pengelolaan air dilakukan dengan memperhatikan kedalaman gambut, tingkat pelapukan gambut, lapisan bawah gambut (substratum), ada tidaknya bahan pengkayaan, dan tipe luapan pasang surut. Untuk menanggulangi, mengurangi, dan menghilangkan kemasaman serta untuk meningkatkan hasil komoditas yang dibudidayakan di lahan sulfat masam, pengelolaan air didasarkan pada tipologi lahan pasang surut dan tipe luapan. Tipologi lahan sulfat masam potensial dengan tipe luapan A, tipologi lahan sulfat masam aktual dengan tipe luapan B, C, D
Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu :
Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum
(spring tide) maupun pasang minimum (neap tide).
Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar.
Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm.
Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm.

Klasifikasi tipe luapan ini didasarkan pada pasang maksimum dan minimum pada saat musim hujan .Untuk musim kemarau,kemampuan arus pasang mencapai daratan berkurang, sehingga perlu perancangan teknik pengelolaan air harus disesuaikan.
Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat sifat fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai, pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil yang optimal.



BAB III
PEMBAHASAN
Pengembangan Lahan Pasang Surut
Ada 4 kunci sukses pengelolaan lahan rawa yang selain dapat meningkatkan produktivitasnya juga dapat melestarikan kesuburan tanah sehingga pertanian berkelajutan (sustainable agricultural) dapat dicapai. Adapun keempat kunci sukses dimaksud adalah: (1) Pengelolaan air; (2) Penataan lahan; (3) Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif dan (4) Penerapan teknologi budidaya yang sesuai.
1.      Pengelolaan Air
Kunci utama keberhasilan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian adalah pengelolaan air . Sistem pengelolaan air yang sesuai di lahan pasang surut adalah sistem satu arah pada lahan-lahan tipe A dan B, dan sistem konservasi pada lahan tipe C dan D. Secara specifik pengelolaan air di lahan pasang surut bertujuan untuk : (1) Memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan, (2) Memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, (3) Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan tanaman dengan mengatur tinggi muka air tanah, (4) Memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah dengan cara mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman, (5) Mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi pirit pada tanah sulfat; (6) Mencegah terjadinya proses kering tak balik pada gambut, (7) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu cepat; dan (8) Mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.
Penerapan sistem tata air satu arah pada lahan tipe luapan A dan B dapat dilakukan dengan menggunakan pintu air otomatis pada tingkat saluran sekunder/ tersier yang berfungsi untuk memisahkan fungsi saluran antara sekunder/tersier untuk saluran irigasi dan untuk saluran drainase. Air masuk pada saat pasang masuk melalui saluran irigasi dengan mendorong pintu air otomatis, sementara pintu pada saluran sekunder/tersier drainase akan tertutup. Sebaliknya pada saat air surut, pintu air pada saluran sekunder/tersier irigasi akan tertutup akibat dorongan air balik, sementara pada saluran sekunder/tersier drainase arus air balik akan mendorong pintu air menjadi terbuka sehingga air bebas keluar. Dengan demikian sirkulasi air pada tingkat lahan pertanaman dan pencucian dapat berlangsung dengan baik
2.      Penataan Lahan
Guna mengoptimalkan pengembangan lahan rawa pasng surut untuk usaha pertanian yang sekaligus meningkatkan diversifikasi hasil pertanian dan pendapatan, maka perlu dilakukan penataan lahan. Adapun tujuan penataan lahan adalah untuk : (1) mengurangi resiko kegagalan total dalam usaha tani; (2) meningkatkan keragaman usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (3) meningkatkan pendapatan usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (4) mempertahankan kesuburan tanah. Penataan lahan di lahan rawa pasang surut dapat dilakukan berdasarkan kepentingan dan keadaan tipologi lahan
3.      Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif
Dengan penerapan sistem tata air dan penataaan lahan yang sesuai, lahan rawa pasang surut tidak hanya dapat diperuntukan untuk tanaman padi, namun berbagai komoditas dapat dikembangkan. Penganekaragam komoditas dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi resiko kegagalan usahatani. Namun demikian sebelum memilih/ menetapkan komoditas yang akan diusahakan, setidaknya ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan agar komoditas yang diusahakan dapat berproduksi secara optimal dan memiliki nialai jual yang cukup tinggi. Adapun ke empat pertimbangan dimaksud adalah (1) agroteknis, (2) ekonomis, (3) sosial, dan (4) pemasaran.
Aspek agroteknis adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan harus menjadi pertimbangan utama, karena bila tidak, maka tanaman tidak akan menghasilkan secara optimum. Pengusahaaan tanaman pada lahan yang kurang sesuai akan memerlukan perlakuan-perlakuan dan penambahan input tertentu yang akan menambah biaya, sehingga menyebabkan tidak kompetitif dengan produk sejenis dari daerah lain, atau dengan komoditas saingannya. Teknologi yang diberikan sedapat mungkin tak terlalu banyak menambah biaya, kalaupun ada tambahan hasilnya (manfaatnya) akan lebih besar dari tambahan biayanya. Dari pengalaman dan hasil observasi diberbagai lokasi lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa beberapa komoditas pertanian yang prospektif baik berupa tanaman pangan (padi dan palawija) maupun tanaman hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) dapat dikembangkan dilahan rawa pasang surut. Sedangkan pemilihan jenis dan varietasnya disesuaikan dengan preferensi petaninya atau prospek pasarnya pada wilayah pengembangan.
Selain tanaman padi pada bagian sawah atau tabukan, dengan sistem surjan tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-umbian bisa dikembangkan pada bagian surjan. Pada lahan dengan tipe luapan C dan D dengan penataan lahan sistem tegalan, tanaman palawija dapat dikembangkan khususnya pada pertanaman musim kemarau.
Tanaman hortikultura berupa sayuran dan buah-buahan semusim dan tahunan dapat ditanam di lahan rawa pasang surut pada penataan lahan sistem surjan. Tanaman horti buah tahunan seperti jeruk selain pada penataan sistem surjan juga dapat ditanam pada penataaan lahan sistem tukungan (gundukan). Tanaman sayuran yang bisa dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah tomat, cabai, timun, kacang panjang, pare, terong, buncis, kubis, lobak, bawang merah, waluh, dan aneka sayuran cabut seperti sawi, slada, bayam dan kangkung, sedangkan tanaman buah-buahan semusim yang bisa ditanam adalah semangka, timun dan melon. Mengingat masalah usahatani tanaman hortikultura cukup banyak serta memerlukan modal dan tenaga yang besar, maka pemilihan jenis tanaman yang akan diusahakan harus dilakukan secara sangat selektif termasuk pertimbangan aspek pemasarannya. Tanaman hortikultura tahunan yang banyak dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah Jeruk siam dan pisang.
4.      Penerapan Teknologi Budidaya Yang Sesuai
Selain dari faktor pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektif, penerapan teknologi budidaya sesuai komodtias harus dilakukan dalam upaya untuk mengoptialkan produktivitas lahan rawa. Teknologi budidaya dimaksud meliputi penyiapan lahan, pemberian bahan amelioran, penggunaan varietas yang adaptif, pemupukan, pengaturan tanam, pemberantasan hama penyakit dan lain-lain.
Penyiapan lahan adalah kegiatan penebasan dan atau pembersihan rerumputan serta pengo lahan tanah, yang ditujukan agar lahan menjadi rata dan lebih seragam serta memberikan media tumbuh yang baik bagi perakaran tanaman. Pada lahan yang baru dilakukan penataan dengan sistem surjan, untuk menyeragamkan tinggi genangan air dan kesuburan tanah di bagian tabukan, perlu dilakukan perataan lahan bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah. Dengan demikian, penanaman dapat dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik.
Sebelum melakukan penanaman, tanaman padi dan hortikultura umumnya terlebih dahulu disemaikan walaupun padi juga dapat ditanam dengan cara tanam benih langsung, sedangkan tanaman palawija baik jagung maupun jenis kacang-kacangan umumnya tanam langsung. Persemaian untuk tanaman padi dapat dilakukan pada lahan kering yang tanahnya digemburkan atau lahan basah dengan kondisi airnya macak-macak. Kepadatan benih 100-150 g/m2 dan setelah umur 21 hari dapat ditanam dilahan sawah. Penyemaian untuk tanaman hortikultura dilakukan secara kering di lahan yang letaknya agak tinggi, dan kemudian setelah berumur 7 10 hari dipindah kedalam polibag kecil. Dan ditata dengan teratur diatas rak atau ditempat teduh Penanaman dilakukan dengan cara tanam pindah untuk padi sawah dan beberapa jenis sayuran atau tanam benih langsung untuk palawija.
Sebelum melakukan penaman, mengingat tanah di lahan dilahan rawa pasang surut pada umumnya memiliki keragaman tanah yang tinggi dengan tingkat kesuburan tanahnya umumnya rendah dan pH 4 5 maka diperlukan pemberian bahan ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan hasil tanamannya. Takaran bahan ameliorasi diperlukan umumnya 1.000 kg/ha untuk bukaan baru dan 500 kg/ha untuk lahan yang sudah biasa ditanami dan pupuk yang diperlukan sangat tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan varietas yang ditanam sehingga untuk pemberian pupuk yang tepat dan efisien sebaiknya dilakukan uji tanah di setiap wilayah pengembangan
Gulma, hama dan penyakit merupakan masalah dalam pengembangan usahatani tanaman di lahan rawa pasang surut. Gulma atau rerumputan di lahan rawa pasang surut tumbuh subur dan berkembang cepat. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan penyiangan (manual) atau dengan aplikasi herbisida efektif, maupun kombinasi keduanya. Hama utama tanaman khususnya padi adalah tikus dan penggerek batang padi putih serta ulat daun dan buah untuk sayuran. Serangan hama tikus umumnya terjadi pada saat tanaman memasuki fase bunting, sehingga upaya pengendalian dini sangat bermanfaat dalam menurunkan populasi tikus. Pada dasarnya pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu menggunakan teknologi PHT melalui penggunaan varietas tahan, musuh alami, penerapan teknik budidaya yang baik dan sanitasi lingkungan sedangkan penggunaan pestisida kimiawi dilakukan sebagai tindakan terakhir. Untuk menunjang keberhasilan pengendalian hama dan penyakit ini sangat diperlukan partisipasi aktif petani dan dukungan aparat pemerintah serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting dalam mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil baik padi, palawija maupun tanaman hortikultura. Penentuan saat panen serta cara panen dan pengelolaan pasca panen yang tepat melalui penggunaan alsintan ataupun manual perla dilakukan guna meningkatkan mutu hasil yang baik. Untuk tanaman padi saat panen yang tepat adalah saat gabah padi telah dalam fase masak fisiologis, yaitu hampir semua gabah matang. Panen hendaknya dilakukan dengan sabit bergerigi. Perontokan hasil dilakukan dengan mesin perontok (power thresher) atau digebot untuk padi, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau, sedangkan untuk jagung dengan mesin pemipil jagung. Pengeringan hasil dilakukan secepatnya, baik dengan dijemur maupun menggunakan mesin pengering (dryer) tergantung ketersediaannya. Untuk menjaga kualitas hasil agar tetap baik dan tidak dimakan hama atau terinfeksi jamur, hasil pertanian tersebut perlu disimpan pada tempat penyimpanan yang baik.



BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu sumberday lahan yang walaupun tergolong lahan marginal namun memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan. Kemarginalan lahan rawa pasang surut dapat diatasi dengan 4 kunci sukses pengelolaan, yaitu pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektifi dan penerapan teknik budidaya yang sesuai. Dengan penerapan 4 kunci sukses pengelolaan lahan tersebut, lahan rawa pasang surut dapat dikelola dengan baik dan akan memberikan potensi yang tidak kalan dengan lahan-lahaan subur lainnya yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk usaha pertanian serta kelestarian usaha tani dapat berjalan dengan baik
Saran
            perlunya perhatian yang lebih oleh pemerintah pada wilayah dengan karakter ini, agar pemanfaatan lahan yang cukup luas dapat lebih optimal. Pada seluruh petani agar terus menambah keahlian dalam melakukan pertanaman yang disarankan oleh pemerintah terkait.



DAFTAR PUSTAKA
Sinta,Dodi.2012.Pemanfaatan Lahan Pasang Surut.http://dodishinta.blogspot.co.id/2012
/11/pemanfaatan-lahan-pasang-surut-untuk.html
https://ejurnalpertaniansawit.wordpress.com/2013/01/25/lahan-pasang-surut/
http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=61:penerapan-pengelolaan-tanaman-terpadu-lahan-rawa-pasang-surut-di-kalimantan-timur&catid=39:story&Itemid=44

http://balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1210&Itemid=5

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Penetapan Kadar Air Tanah Kapasitas Lapang (Metode Alhricks)

Penetapan Kebutuhan Kapur Berdasarkan Kebutuhan Alumunium Yand Dapat Dipertukarkan (Aldd)

Penetapan Kadar Air Tanah Kering Udara